Senin, 4 Desember 2023 Mahasiswa STAI Asy-Syukriyyah Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Melakukan Praktek Pengalaman Lapangan bekerja sama dengan LPMQ (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an) bertempat di Gedung LPMQ Jakarta Timur.

PPL 2023 Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir mengangkat tema “Pembinaan Pentashihan”. Bersama dengan Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Ahmad Zubairin, Lc. MA.Hum. PPL dibuka dengan sambutan dan ucapan terimakasih kepada LPMQ sudah berkenan memberikan pembinaan untuk Mahasiswa STAI Asy-Syukriyyah. Harapan beliau agar mahasiswa STAI Asy-Syukriyyah bisa menjadikan Pembinaan Pentashihan ini sebagai kawah candradimuka dan memperkaya pengetahuan seputar pentashihan mushaf Al-Qur’an.

Menyambut baik harapan tersebut, Abdul Aziz Rifki, M.Ag selaku ketua LPQM mengajak seluruh peserta untuk menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin karena akan dibersamai langsung bersama para pakar pentashihan mushaf Al-Qur’an.

Tampil sebagai pemateri pertama, Dr. Zainal Arifin Madzkur, Lc, MA. Membawakan tema Rasm, beliau memberikan penjelasan secara jelas mulai dari kenapa Rasm Indonesia berdeba dengan Rasm Madinah, kemudian beliau juga menjelaskan 5 rumah besar dalam studi Al-Qur’an, Pertama ada Ulumul Tanzili (ilmu-ilmu terkait proses turunnya Al-Qur’an, Kedua ada Ulumul Tarqiqi (bagaimana Al-Qur’an itu dibaca), Ketiga ada Ulumul Tadwini (Bagaimana kodifikasi Al-Qur’an), Keempat Ulumul Takwili (ilmu-ilmu balaghoh dan dalalah), Kelima ada Ulumul Tadliliah (semantik).

Tampil sebagai pemateri kedua, Dr. Fakhrurozi, beliau mengawali materinya dengan 3 tahap belajar Al-Qur’an yakni Membaca, Memahami, kemudian Menghafal. Beliau memberikan penjelasan tentang Waqof Ibtidah yang menjadi fokusnya selama ini. Dilanjutkan dengan sesi diskusi interaktif dengan peserta seputar Waqof Ibtida.

Sesi kedua selepas dzuhur,  Deni Hudaeny, Lc., MA. selaku Koordinator Pentashihahan LPMQ yang sejak awal mendampingi kami, menjelaskan  bahwa mentashih Al-Qur’an adalah memeriksa dan membetulkan master mushaf Al-Qur’an, beliau juga menjelaskan wawasan seputar aturan-aturan dalam mentashih Al-Qur’an. Sesi ini berlanjut dengan praktik mentashihkan Al-Qur’an. Mahasiswa diberikan waktu 20 menit untuk mentashihkan surah yang disediakan, kemudian dibahas bersama sehingga menemukan kecocokan jumlah yang ditashihahkan.

Sesi terakhir bersama Dr. Ida, peserta dibuat terengahkan ketika diceritakan perjuangannya dalam mewujudkan ide yakni Al-Qur’an isyarat. Beliau memberikan latar belakang dari Al-Qur’an isyarat ini adalah firman Allah yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan dengan kesempurnaan dan keragaman. Kemudian dengan adanya keragamaan itu, kita harus memikirkan bagaimana mereka mendapat hak-hak layanan keagamaan yang sama. Adanya penyandang disabilitas ini bukan berarti mereka memiliki kelemahan, tetapi justru merekalah yang memiliki kelebihan. Teman-teman rungu wicara, mereka mendengar dengan matanya, teman-teman tunanetra, mereka melihat dengat indera perabanya. Ini Sebuah paradigma baru bahwa mereka bukan kekurangan, tetapi mereka memiliki kemampuan berbeda. Diakhir Dr. Ida menjelaskan cara praktik membaca Al-Qur’an Isyarat bersama-sama mulai dari mengenal huruf hijaiyah, harokat dan membaca basmalah.

Bagikan