Webinar yang bertema “Paradigma Al-Qur’an tentang Resesi ekonomi” dilaksanakan pada hari Minggu, 30 Oktober 2022, secara online melalui Zoom Meeting. Diskusi Literasi merupan program kerja dari Himpunan Mahasiswa Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang berisi kajian tafsir, kajian kontemporer dan juga kajian bedah buku. Webinar ini dibuka oleh ust. Supriadi, M.Ag. selaku Wakil Ketua STAI Asy-Syukriyyah.

Tampil sebagai Pemateri adalah Dr. Ahmad Husnul Hakim, MA., salah seorang dosen Pascasarjana di Institut PTIQ Jakarta. Ia menyampaikan bahwa Al-Qur`an merupakan sumber nilai yang memiliki 2 karakter kuat, yakni petunjuk bagi manusia dan mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Segala bentuk perbuatan buruk yang dikategorikan zhalim dalam Al-Qur’an akan menghasilkan kegelapan (zhulumat). Dorongan untuk melakukan kezhaliman salah satunya adalah hawa nafsu, maka melalui al-quran kemudian tercerahkan.

Paradigma Al Qur’an artinya bagaimana Al-Quran melihat dan membangun ekonomi secara berkeadilan, menjadikan Al-Qur’an sebagai cara pandang aktivitas kita dalam berekonomi. Al Qur’an sebagai `shalihun li kulli zaman wa makan` tentu memberikan arahan, ketika arahan dilanggar maka pasti ada dampaknya, sehingga resesi ini adalah dampak akibat yang dilalui.

Aktivitas ekonomi apapun, besar maupun kecil, ada prinsip-prinsip dalam agama untuk membangun kemaslahatan. Kata Imam Fakhrudin ar-Razi, manusia itu diberikan sebuah kenikmatan besar. Pertama, kemampuan untuk berpikir, motivasinya bukan untuk jadi pinter, tapi untuk kenal dengan Tuhan, jika motivasinya jadi pinter saja maka termasuk afala ta’kilun. Berpikir dan berkreasi manusia harus dengan motivasi bismirobbik, maka akan mengembangkan kemaslahatan, tapi jika dilandasi oleh hawa nafsunya, maka hasil pikiran itu menjadi berpotensi unutk merusak etika, sebab tidak dikawal agama. Kedua, kemampuan untuk beramal dan berivonasi, potensi ini harus dikawal oleh agama, jika tidak, pasti akan terjadi kehancuran. Negara hancur oleh orang pintar yang tidak beragama, karena motivasinya hanya untuk mengatakan dia ilmuan bukan untuk kemaslahatan. Dalam konteks berekonomi, maslahat menjadi penting karena jika ada yang dilanggar pasti akan ada dampaknya.

Dr. Ahmad Husnul Hakim, MA., menjelaskan 4 point penting dalam aktifitas berekonomi:

Pertama, menghindari dari segala praktek yang bersifat ilegal, ilegal ini diistilahkan quran dengan bathil, maka penyimpangan itu memang jelas, bukan karena asumsi, maka segala bentuk praktek ekonomi yang melanggar undang-undang, semua bentuk muamalah itu dibenarkan, kecuali yang diharamkan. Pasti semua manusia terus melakukan inovasi, tapi kata Al-Qur’an yang penting jangan melakukan kebathilan.

Kedua, kemaslatahan artinya harus dilandasi pada prinsip pemerataan ini dilandaskan pada ayat yang membahas tentang pembagian harta rampasan perang, ketika komandan perangnya atau tokoh besarnya dapat lebih banyak dari pasukan baris belakang, maka itu tidak merata. Inilah yang dikomentari Al-Qur’an.

Ketiga, kemakmuran dan keadilan. Gejolak ekonomi terjadi karena ketidakmakmuran yang dilandasi tidak keadilan. Selama struktur masyarakat itu adil, maka tidak masalah. Tapi jika ada kemakmuran tapi tidak berkeadilan pasti dampaknya kemana mana.

Kempat, prinsip tidak saling menzhalimi, setiap manusia tidak ingin dirugikan. Maka muamalah ini yang diatur oleh islam karena tidak ada yang ingin dirugikan dan selalu ingin menguntungkan, maka agama hadir dan pemerintah harusnya memberikan regulasi yang bisa dijalankan.

Bagikan